Foto: Majalahglobalreview.com
Instran.id – Perusahaan Umum Damri dikenal sebagai angkutan perintis yang menyediakan layanan transportasi bagi masyarakat. Dalam perjalanannya, berbagai tantangan harus dihadapi Damri, antara lain kesulitan menjalankan layanan transportasi di daerah Tertinggal, Terluar, dan Perbatasan atau 3TP. Persoalan seperti aspek geografis hingga daya beli masyarakat menjadi tantangannya.
Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin mengatakan dari sisi fisik, kondisi alam dan medan tak seluruhnya mudah dilalui bus. Selain itu, infrastruktur belum seluruhnya terbangun di jalur-jalur Damri. Ketika jalan rusak, Damri pula yang harus membuat jalan darurat.
”Kalau enggak jalan, daerah itu terisolasi. Jadi, tantangannya luar biasa sehingga kami harus melakukan modifikasi, termasuk jembatan-jembatan kayu itu, ada tantangan tersendiri,” ujar Tia pada diskusi publik bertajuk ”Damri Melayani Tiada Henti” oleh Institut Studi Transportasi (Instran), Kamis (30/11/2023).
Menurut Tua, masalah-masalah di lapangan itu mendorong Perum Damri untuk memodifikasi bus agar dapat menyesuaikan dengan medan yang berat.
Dari sisi nonfisik, jumlah masyarakat yang menggunakan bus Damri masih tergolong sedikit. Hal ini sejalan dengan daya beli masyarakat di kawasan 3TP yang rendah. Artinya, permintaan pada kawasan itu masih tergolong rendah.
“Dari tarif pun, kami beri tarif Rp 5.000-Rp 10.000. Mereka kadang enggak bisa bayar juga. Kadang bayarnya pakai cabai, jagung, dan lain-lain. Kami terima karena mereka enggak punya uang,” kata Tia.
Tingkat keterisian bus dari distrik ke distrik pun rendah. Paling banyak, bus hanya mengangkut 70-100 orang per distrik. Angka itu sudah termasuk bayi dan warga lanjut usia.
Perum Damri saat ini melayani lebih dari 600 rute. Sebanyak 330 rute di antaranya trayek perintis, sekitar 100 rute berada di Papua. Jalur-jalur itu dilewati 597 kendaraan di 32 provinsi.
Pemerintah memberikan subsidi kepada Damri sebesar 70 persen untuk beroperasi di wilayah perintis. Namun, badan usaha milik negara (BUMN) itu masih dibebani target untung 30 persen dari penjualan karcis. Target ini terkadang tak tercapai
Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Suharto menjelaskan
biaya operasi kendaraan (BOK) telah membantu menanggung keuntungan yang ditargetkan pada BUMN itu. ”Misalnya enggak ada penumpang pun, ada BOK yang sudah ditutupi dari biaya subsidi tadi,” ujar Suharto.
Pada rute perintis, menurut Suharto, trayek dapat dikomersialkan jika permintaan tinggi. Sikap aktif pemerintah daerah, sebagai pihak yang paling mengetahui kondisi di lapangan untuk mengusulkan bantuan, juga sangat diharapkan.
Kepala Subdirektorat Standar Biaya Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Amnu Fuadiy mengharapkan Damri dapat meyakinkan pemerintah agar mendapatkan bantuan dalam porsi lebih banyak. Bantuan yang dimaksud bisa berupa PMN, subsidi, penugasan, atau kewajiban pelayanan publik (PSO) yang diprioritaskan.
Ia merekomendasikan Damri melakukan branding yang menarik guna meyakinkan pemerintah. Damri dapat berkaca pada PT Kereta Api Indonesia yang melakukan reformasi besar-besaran sehingga berhasil mendongkrak pamor dan kualitasnya hingga sekarang. ”Kalau Damri ingin maju, mudah saja. Prinsip ATM, kan, amati, tiru, modifikasi,” kata Amnu.
Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengatakan, Damri perlu menjelaskan pentingnya memperoleh pendanaan yang lebih besar, sejauh apa esensinya, dan bagaimana dapat mengangkat kinerja perusahaan.
”Ibu (Tia) harus bisa meyakinkan politisi kalau minta. BUMN juga bisa meyakinkan Kemenkeu supaya dialokasikan. Jangan karena kemudian tak ada bisnis besar yang diciptakan, tak ada transaksi politik, kemudian tak menarik,” tuturnya.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno berpendapat, perlu ada peraturan presiden mengenai angkutan perintis darat. Dengan demikian, Kemenhub akan mengatur hal itu pula dalam pelaksanaan angkutan perintis.
”Kalau enggak ada (perpres) angkutan perintis, dia akan mbulet seperti ini. Ada perpres, ada payung hukumnya untuk memperkuat posisi angkutan perintis karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Djoko.
Ia meyakini, negara memiliki biaya untuk mengalokasikan anggaran lebih besar kepada Damri. Namun, keberpihakannya yang dipertanyakan. ”Anggarannya ada, cuma keberpihakan saja (kepada siapa),” katanya.
Seperti diketahui, menurut Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin, hingga saat ini Perum Damri berhasil membukukan sekitar Rp 3 triliun transaksi. Pendapatannya kurang dari Rp 2 triliun dari seluruh transaksi. Modal dasarnya Rp 19 miliar yang didapat dari penyertaan modal negara (PMN).*