Pegal Linu & Bau Balsam di Kursi Tegak Kereta

Foto: News.detik.com

 

“Katanya kamu enak naik kereta ekonomi? Kalau begini nggak lagi-lagi, deh, aku mau diajak kamu.”

Instran.id – Kereta api sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup Nira Aulia. Sejak kecil, orang tua Nira kerap membawanya jalan-jalan menumpangi kereta ekonomi. Rute Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Semarang, Malang hingga Surabaya pernah ia tempuh menggunakan transportasi berbasis rel itu.

Selama itu pula Nira dan keluarganya merasakan asam garam pelayanan kereta ekonomi yang pada saat itu masih amburadul. Sensasi naik kereta luar kota sambil berdiri karena tak kebagian tempat pernah ia alami. Berbagi ruang dengan “cangcimen” alias pedagang kacang, kuaci, dan permen sudah jadi pemandangan lumrah di gerbong kereta.

“Malah menurut saya kereta ekonomi yang sekarang sudah jauh lebih manusiawi dari pada yang dulu suka saya naikin. Keretanya udah bersih sama ada colokan listriknya. Dulu mana ada,” ungkapnya. Ketika sudah dewasa dan punya penghasilan sendiri, barulah sesekali Nira menjajal gerbong kereta kelas bisnis, eksekutif, dan luxury.

Sampai suatu kali Nira mengajak suaminya, Angga Saputra, untuk jalan-jalan ke Semarang naik kereta ekonomi. Berbeda dengan Nira, suaminya tidak pernah naik kereta ekonomi. Sebelum menikah, Angga beberapa kali pernah menjajal menaiki kereta ke Yogyakarta di kelas eksekutif. Dengan segunung cerita tranformasi kereta kelas ekonomi, Nira berusaha meyakinkan perjalanan mereka bakal terasa menyenangkan.

Rupanya Angga merasa salah sudah mempercayai omongan istrinya. Perjalanan selama tujuh jam terasa menyiksa. Angga yang awalnya masih duduk manis sambil menikmati bekal makan siang buatan istrinya lama-lama menjadi gelisah. Tempat duduk yang begitu tegak lambat laun membuat bahu, leher, dan pinggangnya pegal luar biasa. Angga berkali-kali mencoba mengubah posisi agar merasa lebih nyaman, tapi nampaknya usaha Angga terasa sia-sia.

Sebagaian besar kereta ekonomi telah berganti tempat duduk Foto: Istimewa
Kursi tegak di kereta api kelas ekonomi Foto: Agung Pambudhy/detikcom

 

“Katanya kamu enak naik kereta ekonomi? Kalau begini nggak lagi-lagi, deh, aku mau diajak kamu,” ucap Nira meniru perkataan suaminya kala itu. Sepanjang perjalanan, Nira hanya bisa cekikikan melihat wajah Angga yang terlihat tak senang.

Dalam waktu dekat, nampak Nira bisa kembali mengajak suaminya menaiki kereta ekonomi tanpa takut encok atau pegal. PT KAI saat ini tengah melakukan perubahan pada interior kereta ekonomi yang masih menggunakan kursi sandaran tegak. Nantinya pelanggan kereta ekonomi bisa merasakan pengalaman senyaman menaiki kereta ekonomi premium yang kursinya sudah diganti lebih baik, atau justru kereta eksekutif.

Modifikasi ini dilakukan di Balai Yasa Manggarai. Di tahap awal, sudah ada empat gerbong kereta ekonomi kursi tegak yang dimodifikasi. Jumlah kursi yang tadinya berkapasitas 80 tempat duduk, kini menjadi 72 tempat duduk. Dan, yang terpenting, kursi baru nantinya bisa disandarkan dan diputar seperti kursi di kereta ekonomi premium maupun eksekutif.

Rencanannya, desain interior kereta ekonomi kelas paling rendah itu juga akan dimodifikasi mirip dengan kereta eksekutif. Selain itu pada interior kereta juga ditambahkan Public Information Display System (PIDS) yang dapat menampilkan jam dan suhu.

Dengan adanya perubahan ini, Yulita Eka Pratiwi tak lagi harus bertengkar dengan penumpang lain gara-gara kursi tegak dan jarak bangku yang sempit. Waktu itu, Yulita dan kakaknya hendak menempuh perjalanan selama lima jam dari Cirebon menuju Solo. Sebelum Yulita dan kakaknya datang, pada kursi yang mereka tumpangi sudah ada sepasang suami istri duduk berhadap-hadapan.

Modifikasi baru kursi kereta api kelas ekonomi pengganti kursi tegak Foto: Humas PT KAI

“Istrinya ini duduk selonjoran di seat kami. Karena kereta udah mau jalan, kita bangunin ibu itu. Wajahnya kayak nggak senang gitu dibangunin,” cerita Yulita.

Kebetulan postur tubuh sepasang suami istri ini agak gemuk sehingga Yulita dan kakaknya merasa tak nyaman saat duduk karena kesempitan. Ditambah lagi jarak kaki yang sempit membuat suasana terasa makin tidak nyaman. Kursi yang tegak lurus membuat leher mereka kaku. Yulita hanya bisa membunuh waktu dengan memainkan game di smartphone miliknya.

Tampaknya si ibu tadi tidak senang dengan kehadiran Yulita dan kakaknya. Mungkin karena ia tak bisa lagi selonjoran di bangku milik Yulita. “Badan dia geser-geser ke saya terus. Saya geser lagi aja sampai akhirnya dia marah-marah. Si ibu itu mau ngusir saya, suruh duduk di tempat lain katanya,” cerita Yulita yang pada saat itu juga sudah terbakar emosi.

Untungnya kakak dan suami sang ibu buru-buru merelai mereka. Sisa dua jam perjalanan terasa makin menyiksa. Di bangku tanpa sekat dan formasi berhadap-hadapan itu, Yulita dan kakaknya harus memandangi wajah ibunya yang masih tampak teramat dongkol. “Mana ibunya bau balsam kuat banget lagi. Ya, Tuhan. Kalau naik ekonomi emang banyak kejadian kayak gini yang bikin ngelus dada,” kata Yulita.

 


Reporter: Dimas Miftakhul Fakri
Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

 

 

Sumber: https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20230604/Pegal-Linu–Bau-Balsam-di-Kursi-Tegak-Kereta/

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *